G.OBOS, FATTALA –
Seminar
Internasional terkait Pluralisme Agama yang diselenggarakan Dewan Eksekutif
Mahasiswa (DEMA) STAIN Palangka Raya, Sabtu (15/12) dihadiri lebih dari seribu
peserta dari berbagai elemen di Kalimantan Tengah dengan menghadirkan pemateri
bertaraf Internasional.
“Peserta tidak
hanya dari mahasiswa STAIN Palangka Raya, tetapi dari berbagai organisasi
kemasyarakatan, organisasi keagamaan, LSM, berbagai Universitas di Palangka
Raya dan organisasi kepemudaan di Kalimantan Tengah,” tutur ketua DEMA, Jamil Januansyah.
Terkait dengan tema
pluralisme beragama, menurut Jamil itu penting diangkat karena di Kalimantan
Tengah merupakan salah satu percontohan terciptanya kerukunan antara umat
beragama.“Kerukunan keberagaman disini sangat tinggi. Kita juga ingin berbagi
ilmu dengan mereka tentang bagaimana terciptanya kerukunan beragama di
Kalimantan Tengah ini. Kita ingin menunjukkan di Kalimantan Tengah orangnya sangat pluralis, artinya saling
menghormati antara agama yang satu dengan agama yang lain,” ungkap Jamil.
Pimpinan STAIN
diwakili oleh Pembantu Ketua III, Harles Anwar, M.Si mengatakan kegiatan tersebut
salah satu bentuk kegiatan nyata dari pihak kampus untuk memberikan pemahaman
kepada para peserta yang mewakili semua agama di Kalimantan Tengah tentang
pentingnya pluralisme beragama.
“Selama ini,
pemahaman kita terhadap agama sangat beragam. Keberagamaan inilah perlu
dilakukan sebuah pemahaman yang benar, agar dapat menghindari pertentangan atau konflik
di masyarakat,” ucap Harles.
Lanjutnya, pembinaan
terhadap pemahaman agama (Pluralisme agama) akan terus dilakukan sehingga akan
terus tercipta kerukunan antara umat beragama khusus di Kalimantan Tengah, bumi
Pancasila, bumi tambun bungai yang sama-sama kita cintai ini.
Acara yang
dibuka langsung oleh Walikota Palangka Raya, HM. Riban Satia dalam sambutannya mengatakan
dalam kompleksitas keragaman umat beragama, pluralisme agama sangatlah wajar. Gagasan
kesetaraan agama dalam perjalanan waktunya diperlukan kearifan dalam pemahaman
yang mendalam.
Pluralisme agama
harus dipahami sebagai kondisi hidup bersama (koeksistensi), antar agama dalam
arti yang luas yang berbeda-beda dalam satu komunitas, dengan tetap
mempertahankan ciri-ciri spesifik dari ajaran masing-masing.Setiap pemeluk
agama harus mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing.
Menurut Riban,
kewajaran pluralisme agama akan terwujudnya umat beragama yang rukun dan
berdampingan serta dapat menjalankan roda kehidupan dengan baik.
“Hidup
bermasyarakat berarti hidup berdampingan dengan orang lain, artinya harus mau menerima
setiap kondisi yang terjadi diantara semua orang, termasuk perbedaan agama,”
ujarnya.
Riban
mengingatkan sebagai umat beragama tentunya juga mengetahui pentingnya untuk
saling menghormati, menghargai dan menjaga kerukunan, demi terciptanya kondisi
yang damai antara satu sama lain. Kerukunan umat beragama sangat menentukan
kondisi kehidupan di masyarakat.
“Masyarakat yang
rukun adalah masyarakat yang memungkinkan terciptanya sebuah komunitas antar
personal kelompok yang sebaik-baiknya,” tutur Riban.muy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar