Minggu, 30 September 2012

Relasi Kekuasaan Cenderung Ke Sentralisasi Daripada Desentralisasi


TJILIK RIWUT, FATTALA - Diskusi Panel yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di Swiss-Bel Hotel Danum, kemarin (26/9) menghadirkan pemateri nasional.

Kegiatan mengambil tema “Rekonstruksi hubungan pusat dan daerah, mencari format hubungan pusat dan daerah dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia”.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi panel tersebut Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS yang merupakan guru besar dan Pembantu Rektor Bidang Akademik IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri), Prof. Hamdan Zoelva, SH, MH yang merupakan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi Pusat.

Selain itu, pemateri yang mewakili dari praktisi daerah hadir, Sekretaris Daerah (Setda) Propinsi Kalimantan tengah, Siun Jarias, SH, MH dan Ir. H. Isran Noor, M.Si selaku Bupati Kutai Timur sekaligus ketua umum APKASI.

Selain itu, menjadi moderator dalam diskusi panel tersebut Dr. Syarif Hidayat yang mempunyai bidang keahlian politik, ekonomi politik dan otonomi daerah pada Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI).

Hasil diskusi mengurai konsep dan implementasi kebijakan desentralisasi di Indonesia serta keterkaitan antara pergeseran relasi negara masyarakat dengan realitas desentralisasi dan otonomi daerah.

Simpulan Dr. Syarif Hidayat, Menyimak secara seksama dinamika implementasi kebijakan desentralisasi di Indonesia, secara umum dapat disimpulkan bahwa relasi kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia lebih cenderung mengarah ke kutub sentralisasi daripada desentralisasi. Salah satu penyebab gerak balik pendulum desentralisasi tersebut adalah karena konsep desentralisasi yang diterapkan sejak awal kemerdekaan relatif tidak mengakomodasi perspektif desentralisasi politik. Ia lebih berkiblat pada perspektif desentralisasi administrasi.

Realitas implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah juga harus diletakkan dan dipahami dalam konteks pergeseran relasi negara-masyarakat pasca orde baru. Dengan demikian, akan diketahui bias implementasi kebijakan yang terjadi sejauh ini bukan sepenuhnya merupakan dampak langsung reformasi desentralisasi dan otonomi daerah, melainkan juga implikasi dari “Pergeseran” pola interaksi antara negara dan masyarakat pasca-orde baru.

Maka dari itu, simpul Hidayat, Dalam rangka merekonstruksi kebijakan penyelenggaraan pemerintah daerah, kebijakan yang sifatnya nasional harus terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya dan jangan ada pertentangan antara kebijakan sektoral dengan kebijakan umum penyelenggaraan otonomi daerah.

Kebijakan yang sifatnya sektoral, harus memperhatikan karakteristik, potensi dan kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah (pluralitas lokal), dan perlu mendorong pembentukan UU hubungan pemerintah pusat dan daerah. Muy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

©2009 FATTALA online | by TNB