G. OBOS, FATTALA - Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia (DPD-RI) saat ini sudah melakukan Rancangan Undang-Undang
Hak Atas Tanah (RUU-HAT) untuk mengatasi sengketa-sengketa tanah yang selama
ini masih marak terjadi di Indonesia. Rancangan sudah disahkan di tingkat DPD-RI
dan tinggal menunggu pengesahan dari DPR-RI.
Demikian disampaikan anggota DPD-RI asal
Kalimantan Tengah, H. Said Akhmad Fawzy Zain Bahsin, kepada FATTALA di Palangka
Raya, kemarin (5/11).
Ia menambahkan, permasalahan terkait pertanahan
sudah merupakan masalah nasional. Permasalahan tersebut tidak hanya di Kalimantan
Tengah saja, melainkan juga terjadi di propinsi-propinsi lain di Nusantara. Masalah
ini memang mengundang keprihatinan tersendiri, bahkan keprihatinan itu bisa
dilihat dari kasus akhir-akhir ini yang sampai terjadi korban nyawa untuk
membela hak atas tanah mereka masing-masing.
Pernah katanya, mencoba melakukan penyelesaian
dengan mengundang stake holder terkait untuk menyampaikan dam mencarikan
solusi terhadap permasalahan-permasalahan di daerah, namun permasalahan
sengketa tanah masih terjadi dan kurangnya UU pendukung untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Melihat semua ini, jelas Akhmad Fawzy, DPD-RI
khususnya di Komisi I yang juga membidangi masalah pertanahan telah melakukan
langkah dengan berinisiatif menyusun suatu UU tentang Hak Atas Tanah sebagai
landasan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang selama ini terjadi.
Rancangan UU Hak Atas Tanah ini sudah disahkan di DPD-RI dan diserahkan kepada
DPR-RI untuk disahkan dan dilaksanakan.
Terkait dengan muatan materi tersebut, tentunya
dengan tidak mengubah UU Pokok Agraria (UUPA), RUU HAT ini mengkompilasi
peraturan hak atas tanah diluar dari UUPA. Ada 6 (enam) prinsip dari RUU HAT
yang telah disepakati oleh Komite I DPD RI.
Keenam prinsip yang menjadi spesifikasi RUU
HAT, tambah Akhmad Fawzi antara lain: setiap penguasaan tanah harus beralaskan
hak atas tanah; tidak mengubah isi dari UUPA dan memerinci ketentuan-ketentuan
terkait hak atas tanah yang ada di UUPA; menerjemahkan prinsip-prinsip yang ada
di Tap MPR No.9 tahun 2001 termasuk konsentrasi pengelolaan atas tanah yang ada
didalamnya; Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan hak
pakai; menyediakan satu bab khusus mengenai hak ulayat dan pengaturan
penguasaan oleh instansi pemerintah/badan hukum publik lain”, jelasnya.
“Apabila ini benar-benar bisa dilaksanakan dan
berjalan dengan baik melalui keputusan DPR, maka merupakan salah satu langkah
maju untuk bisa mengatasi persoalan persengketaan yang selama ini terjadi di
masyarakat di daerah,” katanya. MUY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar